Berikutini, empat tempat di Tata Surya yang paling memungkinkan adanya kehidupan, dilihat dari karakteristiknya dibandingkan dengan Bumi: Mars. Sebagai lokasi yang paling mirip dengan Bumi, Mars
Keseimbanganyang Memungkinkan Kehidupan. Dadan — April 27, 2022 1:49 pm Comments off. Hasil karya yang sangat luar biasa dengan terciptanya bumi sebagai tempat berlangsungnya kehidupan dengan segala keberadaannya. Berikut adalah uraian tentang keseimbangan yang memungkinkan kehidupan di bumi ini. Semoga bermanfaat!! Hal-hal Read more.
Duaproses kehidupan yang menjaga keseimbangan karbon dioksida dan oksigen di alam adalah. Siklus fotosintesis dan respirasi menjaga keseimbangan karbon dioksida dan oksigen di bumi. Fotosintesis membuat glukosa yang digunakan dalam respirasi sel untuk membuat ATP. Glukosa kemudian diubah kembali menjadi karbon dioksida, yang digunakan
Vay Tiền Trả Góp Theo Tháng Chỉ Cần Cmnd Hỗ Trợ Nợ Xấu. Hari Bumi kembali kita peringati pada 22 April 2021. Tema perayaan kali ini adalah Merestorasi Bumi Kita, yang berfokus pada proses alami, pemanfaatan teknologi ramah lingkungan, dan gagasan-gagasan inovatif yang dapat turut memulihkan ekosistem Bumi. Pertanyaannya adalah seberapa penting merestorasi ekosistem Bumi? Dan kenapa kita perlu melakukan restorasi ekosistem Bumi? Bumi yang kita tinggali saat ini bukan hanya semakin tua, tetapi juga semakin rusak, dan bahkan mulai sakit-sakitan. Sudah tentu, ikhtiar untuk memperbaiki harus terus dilakukan, ditengah sejumlah upaya sejumlah kalangan mencari koloni lain -yang memungkinkan- sebagai alternatif pengganti Bumi di masa depan. Menurut penelitian terbaru yang dipublikasikan di jurnal Frontiers in Forests and Global Change, kondisi Bumi yang kita huni dewasa ini sangat jauh berbeda dengan 500 tahun silam. Para peneliti menaksir, hanya sekitar 3 persen dari permukaan Bumi yang secara ekologis masih utuh, masih menjadi tempat bagi berbagai spesies asli serta tidak terganggu oleh aktivitas manusia. Ini tentu cukup memprihatinkan. Berdasarkan perkiraan sebelumnya, melalui citra satelit, sekitar 20 persen hingga 40 persen ekosistem daratan Bumi diyakini masih utuh. Baca Ketika Bumi “Memaksa” Umat Manusia Berpuasa Bumi yang sejak akhir Desember 2019 hingga saat ini “diserang” virus corona. Ilustrasi Miroslava Chrienova/Pixabay/Free for commercial use No attribution required Kalau dicermati, banyak aktivitas kita selama ini, baik langsung maupun tidak, yang merusak ekosistem Bumi. Pada dasarnya, ekosistem itu mencakup semua makhluk hidup [hewan, tumbuhan dan mikroorganisme] serta makhluk tak hidup [misalnya iklim, tanah, matahari, cuaca dan atmosfer]. Semua komponen tersebut membentuk lingkungan dan berperan sangat penting bagi semua aktivitas di planet ini. Singkatnya, mereka adalah dasar ekosfer atau biosfer, yang mempengaruhi kesehatan semua sistem di Bumi. Karena kompleksitas dan saling keterkaitan di antara komponen-komponen tersebut, setiap aktivitas yang mengganggu keseimbangan sejumlah komponen tadi akan berdampak pada ekosistem. Sejauh ini, faktor antropogenik menjadi yang paling dominan lantaran ada banyak tindakan manusia yang memengaruhi keseimbangan ekosistem Bumi. Sebagai ilustrasi, selama ini, laju pertumbuhan penduduk di Bumi telah mendorong terjadinya pembabatan hutan demi menciptakan lebih banyak ruang bagi lahan-lahan pertanian maupun industri. Berdasarkan data Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa [FAO], lebih dari 40 persen permukaan Bumi sekarang ini diperuntukkan bagi kepentingan pertanian. Padahal, sebagian besar lahan pertanian itu sebelumnya adalah hutan. Di saat yang sama, penambangan sumber daya alam seperti batubara, juga kebutuhan untuk pengembangan industri perkebunan, telah pula menyebabkan semakin luasnya konversi hutan menjadi non-hutan. Buntutnya, tiga miliar ton karbon dioksida [CO2] dilepaskan ke atmosfer setiap tahun, yang setara dengan penghancuran 13 juta hektar lahan hutan setiap tahun, sebagaimana dilaporkan oleh Union of Concerned Scientists. Tanpa cukup pohon untuk menyaring udara, tingkat karbon dioksida bakal kian meningkat, yang berpotensi merusak setiap organisme di Bumi. Baca Potret Bumi Kita Hari Ini Begini penampakan Bumi, planet yang kita tinggali. Foto NASA Di sisi lain, penggunaan berlebihan sumber daya tak terbarukan, seperti penggunaan bahan bakar fosil yang kaya karbon, ikut memperhebat kerusakan Bumi. Semakin banyak bahan bakar fosil yang digunakan berarti semakin besar pula emisi karbon yang dilepas ke udara, yang pada gilirannya ikut mengancam kepunahan ribuan spesies. Repotnya, hingga saat ini, sebagian besar dari kita masih terus bergantung pada bahan bakar fosil tersebut. Sejumlah sumber menyebut bahwa pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan energi sejak 1870 hingga 2013 telah melepaskan sekurangnya 400 miliar ton karbon dioksida ke atmosfer. Akibatnya, suhu global cenderung meningkat, yang berimbas pada kenaikan permukaan laut dan peristiwa cuaca ekstrim seperti gelombang panas, banjir, tsunami, dan kekeringan. Kenaikan permukaan laut dan fenomena cuaca ekstrim pada gilirannya mengubah ekosistem laut dan daratan, serta memengaruhi rantai makanan dan keanekaragaman hayati, serta proses penggurunan [desertifikasi] yang intensif. Tentu saja, permasalahan yang mengancam Bumi tidak cuma berhenti di situ. Di luar hal-hal tadi, masih ada pula sampah plastik, perusakan terumbu karang, pencemaran sumber-sumber air, atau juga modifikasi genetik. Permasalahan-permasalahan itu perlu kita hadapi dan atasi bersama. Bagaimanapun, laju kerusakan Bumi harus sama-sama kita kurangi. Kita perlu mencari pilihan-pilihan yang lebih ramah lingkungan dalam melakukan berbagai aktivitas kehidupan. Tujuan utamanya, untuk merestorasi ekosistem Bumi kita. Baca juga “Hantu” Itu Bernama Perubahan Iklim Kawasan Ekosistem Leuser, hutan yang merupakan paru-paru dunia. Foto Junaidi Hanafiah/Mongabay Indonesia Restorasi tentunya membantu pemulihan ekosistem Bumi yang telah rusak atau hancur, serta melestarikan ekosistem yang masih utuh. Ekosistem yang lebih sehat, dengan keanekaragaman hayati yang lebih melimpah, bakal menghasilkan manfaat yang lebih besar bagi kelangsungan kehidupan kita dan generasi penerus berikutnya. Pada intinya, semua jenis ekosistem dapat dipulihkan, termasuk hutan, lahan basah maupun lautan. Prakarsa restorasi dapat dilakukan oleh hampir semua kalangan, mulai pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, institusi bisnis, komunitas, maupun individu. Sinergi dan kolaborasi, dibarengi dengan kesamaan visi serta misi dari semua pemangku kepentingan, adalah kunci penting terlaksananya restorasi ekosistem, baik di level lokal, nasional, regional, maupun global. Bumi ini milik bersama yang akan kita wariskan kepada anak-cucu. Nasib kehidupan dan peradaban kita semua bergantung pada ekosistem Bumi yang sehat dan berkelanjutan. Menjaga, merawat, dan melindungi Bumi adalah tugas dan kewajiban kita semua. Siapa pun dari kita tidak boleh lalai melaksanakan tugas dan kewajiban mulia tersebut. *Djoko Subinarto, kolumnis dan bloger, tinggal di Bandung, Jawa Barat. Tulisan ini opini penulis. Rujukan Daniel Christian Wahl. A 2061 Timeline Restoring the Earth. 2021. Dave Egan, Evan Hjerpe & Jesse B Abrams. 2011. Why People Matter in Ecological Restoration. David Ian Stern & Robert K. Kaufmann. 2014. Anthropogenic and Natural Causes of Climate Change. Kanupriya Kapoor. 2021. Scientists Find Only 3% of Land Areas Unblemished by Humans. RJ Hobbs & Jim Arthur Harris. 2001. Restoration Ecology Repairing the Earth’s Ecosystems in the New Millennium. Why Earth Day is More Important than Ever. Artikel yang diterbitkan oleh
Berikut aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi keseimbangan di dalam ekosistem adalah taman kota dengan berbagai macam tumbuhanB. memancing ikan di sungai atau lautC. membuka lahan pertanian dengan membakar hutanD. mencari sumber air di dalam tanah dengan sumur bor C. membuka lahan pertanian dengan membakar hutan Pengguna Brainly Pengguna Brainly JawabanC. Membuka lahan pertanian dengan membakar hutanPenjelasanAsap dari pembakaran hutan dapat mengganggu ekosistem karena mencemari udara membantu
› Bumi menyerap lebih banyak energi dari matahari daripada yang dipancarkan kembali ke ruang angkasa. Hal ini menyebabkan panas terakumulasi terus-menerus selama beberapa dekade terakhir. KOMPAS/AGUS SUSANTOSeorang ibu melindungi anaknya dari terik matahari di Kedungwaringin, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu 19/4/2023. Cuaca panas menjadi salah satu kendala pemudik sepeda motor. Berdasarkan survei Kementerian Perhubungan, diperkirakan ada 18,3 juta orang dari Jabodetabek yang mudik pada Lebaran KOMPAS — Perubahan iklim telah menyebabkan sistem iklim bumi kehilangan keseimbangan energi. Bumi menyerap lebih banyak energi dari matahari daripada yang dipancarkan kembali ke ruang angkasa. Hal ini menyebabkan panas terakumulasi terus-menerus selama beberapa dekade terakhir sehingga menghangatkan lautan, daratan, kriosfer, dan keseimbangan energi di Bumi ini dilaporkan dalam studi terbaru yang dilaporkan di Earth System Science Data, jurnal akses terbuka bagian dari Copernicus Publications pada Senin 17/4/2023. Studi dipimpin oleh Karina von Schuckmann dari Mercator Ocean International, Perancis, dan melibatkan 70 dari lusinan institut di 15 negara. Studi ini berupaya mengukur ketidakseimbangan energi bumi earth energy imbalance/ EEI, yaitu perbedaan antara jumlah energi dari matahari yang tiba di bumi dan jumlah yang kembali ke luar angkasa. Pengukuran ini berfungsi sebagai metrik mendasar untuk membangun Sistem Pengamatan Iklim Global GCOS.Dalam studi ini, para peneliti menemukan bahwa ketidakseimbangan energi Bumi telah meningkat hampir 50 persen selama 14 tahun terakhir, dibandingkan dengan jumlah yang terkumpul selama setengah dekade terakhir. ”Bumi telah mengumpulkan hampir 0,5 watt 0,48 + 0,1 di setiap meter persegi permukaan bumi selama 50 tahun terakhir sejak 1971,” tulis Schuckmann dan langsung dari pemanasan yang didorong oleh karbon dioksida CO2 antropogenik yang memerangkap panas di atmosfer ini termasuk kenaikan permukaan laut, hilangnya es, dan pemanasan laut, daratan, serta semakin intens dengan tren baru-baru ini, yaitu dari 2006 hingga 2020 terjadi peningkatan pemanasan menjadi lebih dari 0,75 watt 0,76 + 0,2 per meter persegi. Sebagian besar panas masuk ke lautan 89 persen dan sisanya masuk ke daratan 6 persen, es 4 persen, dan atmosfer 1 persen.”Persediaan panas bumi dalam penelitian ini didukung oleh kolaborasi multidisiplin di seluruh dunia dan menunjukkan pentingnya upaya internasional bersama untuk pemantauan perubahan iklim dan rekomendasi berbasis masyarakat,” demikian Schuckmann dan peneliti juga juga menyerukan tindakan yang sangat dibutuhkan untuk memungkinkan kesinambungan, pengarsipan, penyelamatan, dan kalibrasi upaya untuk memastikan peningkatan dan kapasitas pemantauan jangka panjang dari sistem pengamatan iklim Juga Terik Ekstrem Melanda AsiaEARTH SYSTEM SCIENCE DATABumi menyerap lebih banyak energi dari matahari daripada yang dipancarkan kembali ke ruang angkasa. Hal itu menyebabkan panas telah terakumulasi terus-menerus selama beberapa dekade terakhir dan menghangatkan lautan, daratan, kriosfer, dan atmosfer sumber Earth System Science Data.Konsekuensi Penelitian ini dikeluarkan menjelang laporan Keadaan Iklim Global 2022 Organisasi Meteorologi Dunia WMO yang akan dirilis 21 April 2023. Laporan WMO ini akan menyoroti indikator iklim utama, termasuk suhu, panas dan pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, dan es WMO, dampak langsung dari pemanasan yang didorong oleh karbon dioksida CO2 antropogenik yang memerangkap panas di atmosfer ini, termasuk kenaikan permukaan laut, hilangnya es, dan pemanasan laut, daratan, serta atmosfer. Misalnya, masuknya energi dalam jumlah besar ke lautan akan berkontribusi pada mengembangnya volume air dan berkontribusi pada kenaikan muka laut. Dari aspek biologi, pemanasan air laut juga menyebabkan pemutihan karang dan menghancurkan kehidupan di Juga Dampak Pemanasan Global Semakin NyataUntuk mencegah dampak merusak perubahan iklim, para peneliti merekomendasikan perlu adanya upaya menyeimbangkan kembali keseimbangan energi di bumi. Studi ini memperhitungkan bahwa jumlah CO2 di atmosfer harus dikurangi dari konsentrasi saat ini yang hampir 410 ppm menjadi sekitar 350 ppm untuk membawa bumi kembali ke keseimbangan energi. EditorALOYSIUS BUDI KURNIAWAN
keseimbangan yang memungkinkan kehidupan di bumi